JAKARTA | NASIONALONLINE.ID – KH. As’ad Said Ali menceritakan pada tahun 2007, seseorang yang tidak mau disebut namanya, berniat mewakafkan tanah untuk Pesantren. Saya serahkan kepada karib saya Ust Adnan Arsal, tokoh umat Islam yang mempunyai Pesantren “ Al Amanah” di Tanah Runtuh, Poso. Dari dana wakaf tersebut diperoleh tanah seluas 3, 5 ha. Gagasan pembangunan Pesantren di Poso itu guna menampung anak korban konflik Poso yang sebagian besar telah terpengaruh radikalisme. Kelompok radikal memanfaatkan konflik untuk menguasai Poso mendompleng sentimen perseteruan agama.
Meskipun perjanjian Malino ditandatangani oleh kedua belah pihak yg bersengketa, tetapi konflik terus berlanjut. Terjadinya mutilasi terhadap siswi sekolah Nasrani, Ka-Bin pak Samsir Siregar memerintahkan saya untuk turun tangan guna mempercepat proses damai di lapangan. Saya ajak tokoh Islam Ust Adnan Arsal dan tokoh Nasrani Pendeta Damanik. Melalui forum perdamaian dan komunikasi masyarakat Poso, isi perjanjian Malino bisa dilaksanakan.
“Ponpes Al Amanah berhasil dibersihkan dari unsur radikal melalui operasi khusus dan sekitar 15 aktivis Jamaah Islamiyah digiring ke pulau Jawa. Ust Adnan kembali memanage ponpesnya dalam suasana baru. Ada persoalan besar, bagaimana menangani anak-anak korban konflik Poso dan sekitar 400 diantaranya ditahan di tahanan polisi? Mereka kehilangan orang tua dan sanak saudara, sehingga timbul dendam terhadap kelompok agama lain. Jawabannya adalah dididik melalui pesantren,” jelas mantan Waka-BIN itu kepada awak media, Rabu (10/8/22).
Ia melanjutkan, rencana membangun ponpres urung karena Wapres Yusuf Kala menolak dan mengalihkan pembangunan Ponpes ke Palu dengan model Gontor yang modern. Anak-anak Poso tidak bisa menjangkau ponpes tersebut, salah satu kendala adalah pendanaan. Inilah menjadi salah satu mereka terpengaruh faham radikal. Seandainya secara cepat dididik di ponpes mereka tidak terpengaruh menjadi anggota Mujahidin Indonesia Timur. Akhirnya rencana pembangunan ponpes terbengkalai karena saya keburu pensiun pada Mei 2010. Semangat untuk membangun pesantren bangkit lagi sekitar satu setengah tahun lalu setelah dilaksanakan PKPNU di Poso. Terima kasih kepada Kementerian PUPR yang memberikan dana untuk pembangunan rusunawa santri dan Polri yang membantu kantor PCNU Poso. NU, suatu ormas yang bersifat otonom, mampu bangkit dan semangat dari kekuatan diri sendiri , dari bawah.(Red 01)