Jakarata – Pesta rakyat yang di gelar setiap lima tahun sekali bagian hajat rakyat indonesia, untuk menentukan pemimpin indonesia kedepan. Tetntunya tabu gendang sudah mulai dimaenkan oleh calon presiden (capres). Untuk merebut hati rakyat indonesia.
Untuk Koalisi Indonesia Maju merupakan gabungan dari sepuluh Parpol yang terdiri dari PDI-P, GERINDRA, GOLKAR, NASDEM, PKB, PPP, Hanura, PBB, PSI ( Partai Solidaritas Indonesia ), PKPI ( Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia ). Koalisi tersebut secara resmi terbentuk sejak didaftarkan ke KPU pada 19 Agustus 2019.
“Kabinet Koalisi Indonesia Maju yang dipimpin Presiden Ir Jokowi Widodo dan Wapres KH Ma’roef Amin dalam perjalanan pengabdiannya berjalan relatif mulus dengan prestasi yang cukup baik. Disana-sini memang masih ada kekurangan, misalnya soal korupsi yang belum berhasil diberantas maksimal dan masih adanya kesenjangan ekonomi seperti tampak dari Rasio Gini yang masih berkisar pada angka 35,” ungkap As’ad Said Ali, mantan wakil ketua umum PBNU dan Waka BIN, kepada Nasionalnews.co.id Selasa (23/5/23)
Kata As’ad, dijelaskan kembali, Prestasi relatip baik tersebut dicapai berkat terciptanya kekompakan sepanjang perjalanan pengabdiannya dan kepemimpinan yang effektip. Namun akhir-akhir ini mulai muncul gejala ketidak serasian koalisi pada saat Indonesia sedang menyongsong pemilihan umum DPR / MPR dan Presiden / Wakil Presiden.
Berawal dari dugaan korupsi di Kementerian Komunikasi dan Informatika, berkembang retorika yang bernada negatip terhadap Partai Nasdem yang dikaitkan dengan kelanjutan dukungan atau sponsorship atas pencalonan AB sebagai Capres. Hal ini tentu saja menimbulkan reaksi pembelaan diri yang mulai meramaikan jagat media masa dan dunia maya.
“Gejala lain dari timbulnya ketidak kompakan koalisi tersebut bisa dibaca dari pemanggilan PDIP terhadap Gibran setelah bertemu dengan tim sukses Capres Gerindra. Sikap putera presiden tersebut, dari kaca mata publik dibaca bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan peristiwa politik sebelumnya,” jelasnya.
Kalau pro vs contra di berbagai media tersebut semakin melebar dan meluas, tentunya hal itu sangat tidak menguntungkan bagi persiapan menghadapi hajat besar pemilu legislatif dan pilpres pada tahun 2024. Bukan tidak mungkin , Koalisi Indonesia Maju akan retak , jikalau tidak dilakukan upaya cepat untuk mencari solusinya.
“Sekilas tampak cukup besarnya tingkat sensifitas publik pada tahun politik seperti saat ini . Pada hal Koalisi Indonesia Maju baru akan berakhir mandatnya pada akhir tahun 2024. Ketidak kompakan koalisi , bukan saja akan dapat mencederai prestasi yang dicapainya selama ini, tetapi akan berimbas pada stabilitas polkam secara luas,”imbuhnya.
Berkaca dari pemilu di dua negara tetangga yaitu Malaysia dan Thailand yang ditengarai adanya campur tangan dari negara besar sehingga mempengaruhi hasil pemilu di kedua negara tersebut. Oleh karena itu dalam rangka menjamin kemandirian pemilu – bangsa ini, maka persoalan tersebut diatas hendaknya memperoleh perhatian seksama dengan mengedepankan sikap arif dan bijaksana.
(Red-03/bud)