Jakarta – KH. As’ad Said Ali bercerita ketika bertugas di Libanon. Di mana pada saat itu sedang berlangsung konflik antar Golongan di Libanon,
“saya bertugas disana, agar dapat memonitor situasi secara optimal saya berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait termasuk para pempimpin agama yaitu : Kardinal Boutros Nasrallah Sfair dari gereja Maronit, foto beliau ada dihalaman ini ( كنيسة مارونية) atau Katolik Timur, Sheikh Hasan Khalid (pemimpim Islam Sunni), Sheikh Mehdi Samsuddin (Shiah moderat) dan Sheikh Abu Shakra (islam Druze),” tulis mantan Waka-BIN, tersebut lewat facebooknya, Senin, 18/12/23.
Menurutnya, berkat kekompakan 4 pemimpin agama tersebut perang selama 14 tahun dapat diselesaikan melalui perundingan Taif yang diprakarsai oleh Arab Saudi.
KH. As’ad ingin berbagi pengalaman, ketika bertemu di pusat gereja Maronit di kawasan Bkirki, Libanon Utara bersama Dubes Kyai Haji H Chalid Mawardi. Satu kalimat yang keluar dari ucapan Kardinal maronit yang tidak pernah terlupakan adalah “bangsa libanon bisa tetap bersatu karena faktor bahasa Arab” .
Menurut keterangannya, ada 22 negara Arab yang menggunakan bahasa Arab tetapi logatnya berbeda misalnya orang Libanon tidak mudah menangkap logat orang Maroko.
Lalu kenapa, bahasa Arab tetap bisa mempersatukan bangsa Arab khususnya Libanon. Hal itu karena media masa seperti koran, televisi dan dalam pembicaraan resmi menggunakan bahasa fuskhah yang diajarkan di lembaga pendidikan.
Tata bahasa Arab fuskhah dari masa kemasa tidak berubah karena tata bahasa (nahwu, sharaf, balaghah) bersumber pada Al-Qur’an yang tidak berubah walau satu kata.
“Beliau berkata dengan mantap, ‘walaupun saya Nasrani tetapi kami menghargai dan menghormati Al-Qur’an’ Subhanallah,” sebutnya. (Red 01)