Jakarta – KH. As’ad Said Ali mengatakan lebih dari 800 kampus mulai melancarkan gerakan moral untuk mengkritisi situasi nasional yang tidak menentu akhir-akhir ini.
“ Saya jadi teringat gerakan moral serupa yang terjadi menjelang akhir masa kekuasaan rezim Orde Baru. Presiden Soeharto yang saya kagumi karena keberhasilannya menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional serta kemajuan ekonomi selama dua dasawarsa, sehingga Indonesia dijuluki sebagai “Macan Asia Baru “, namun kemudian jatuh secara mengenaskan,” kata mantan Waka-BIN itu, kepada awak media, Senin, 15/1/24.
Dia melanjutkan, sebagai akibat krisis moneter regional, terjadi krisis ekonomi nasional yang berdampak turunnya nilai Rupiah terhadap mata uang asing, sehingga menimbulkan krisis moneter yang mengakibatkan meroketnya harga kebutuhan pokok masyarakat. Kerusuhan yang menyertai kemelut ekonomi tersebut dihadapi dengan tindakan repressif/ militeristik.
Ditengah suasana menjelang pilpres dan pileg 2024 sekarang ini, gerakan moral mahasiswa bangkit kembali secara mengejutkan. Faktor penyebabnya tidak jauh berbeda yakni ditengah keberhasilan pembangunan fisik, berlangsung kesenjangan sosial- ekonomi yang antara lain ditandai dengan angka gini rasio yang masih relatip tinggi sekitar 35 – 38.
Selain itu, faktor pemicunya terutama berasal dari keputusan MK yang meloloskan Gibran sebagai Cawapres meskipun menabrak ketentuan sebelumnya minimal berumur 40 tahun. Keputusan MK tersebut diduga terkait dengan posisi salah satu anggota MK yang merupakan keluarga Presiden. Keputusan MK kemudian menimbulkan isu politik yang pada intinya meliputi isu Nepotisme dan inskonstitusional serta pelanggaran etik sebagaimana diputuskan oleh MKMK.
Partisipasi Gibran, putera Presiden yang berpasangan dengan Pabrowo Subiantoro menambah isu politik yang mengandung unsur sensitifitas tinggi. Terhadap Capres Prabowo Subianto kasus pelanggaran HAM berat masa lalunya diangkat kembali ke permukaan. Sedangkan pencalonan Gibran sebagai Cawapres dianggap mengandung unsur Nepotisme dan politik dinasti.
Akibatnya popularitas Presiden Jokowo mengalami kemerosotan yang ditandai antara lain dengan boikot para petani dalam pertemuan dengan Presiden di Banyumas yang lalu. Belum lagi tuduhan keberpihakan Presiden terhadap salah satu calon yang menimbulkan implikasi terjadinya hambatan bantuan dana kampanye bagi dua pasangan Capres-Cawapres, selain menimbulkan ketidak adilan terhadap kedua Capres lainnya.
Kompetisi Pilpres dan Cawapres ditengah kesenjangan dan persoalan ekonomi masyarakat pada umumnya dan rumitnya situasi yang terkait dengan proses pemilu Capres dan Cawapres, bisa jadi akan menimbulkan krisis politik seperti tahun 1998. Langkah politik yang tidak tepat dalam mengatasi keadaan sekarang
sangat mungkin mengulang keterpurukan yang terjadi 25 tahun yang lalu.
“Menurut pengalaman saya selama ini atas berbagai krisis politik masa lalu, kejernihan pikiran dan sikap teguh Presiden dalam mengedepankan kepentingan bangsa menjadi sangat penting. Saya yakin Presiden Jokowi seharusnya dapat mengatasi persoalan pelik yang sedang dihadapi bangsa ini. Gerakan moral mahasiswa saat ini sebaiknya dihadapi secara persuasif dan melaksanakan rangkaian kegiatan pilpres secara jujur, adil dan sesuai aturan yang berlaku,” ungkap KH. As”ad.
Penting digaris bawahi bahwa pemilu Capres dan Cawapres merupakan amanat konstitusi. Oleh karena itu penyelenggaraan pemilu yang sehat adalah tanggung jawab penuh Presiden. Dengan demikian Presidan bukan hanya harus “ bersikap netral”, tetapi sebagai manivestasi negara, Presiden sekaligus harus memfasilitasi para kontestan Capres/Cawapres, tidak sebaliknya malah dihambat. (Red 01)