Jakarta – Jaksa Agung Republik Indonesia, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penyelesaian lima perkara dengan mekanisme Restorative Justice (RJ). Salah satunya adalah kasus pencurian yang melibatkan seorang tersangka di Jakarta Barat, yang akhirnya dihentikan proses hukum berkat perdamaian antara korban dan tersangka.
Ekspose virtual yang dipimpin oleh Prof. Asep Nana Mulyana ini, menyetujui penghentian penuntutan terhadap lima perkara pidana, termasuk kasus yang melibatkan tersangka Riana binti Riono, yang dituduh melakukan pencurian handphone di warung milik keluarganya di Kemanggisan, Jakarta Barat. Rabu (18/12/2024).
Kronologi Kasus Pencurian Handphone di Warung Bu War
Peristiwa ini terjadi pada 28 September 2024. Tersangka, yang mengetahui adanya handphone milik korban, Umyati, tertinggal di atas meja warung, memutuskan untuk mengambilnya dan menyembunyikannya di plafon warung. Setelah beberapa waktu, korban menyadari handphone miliknya hilang dan melaporkan kejadian tersebut.
Tersangka kemudian membawa handphone tersebut ke Pusat Gadai dan menggadaikannya senilai Rp650.000. Korban yang mendapat informasi tentang hal tersebut, segera mendatangi lokasi gadai dan menemukan handphone-nya dengan bukti gadai atas nama tersangka. Tersangka akhirnya berhasil diamankan pada sore hari dengan barang bukti yang disita dari pusat gadai.
Akibat dari perbuatan tersangka tersebut, Korban mengalami kerugian sebesar Rp2.400.000,00 akibat penghapusan data penting dari handphone tersebut.
Mengetahui kasus ini, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, H. Hendri Antoro, SH, MH, bersama dengan tim jaksa, menginisiasi penyelesaian perkara ini dengan mekanisme restorative justice.
Melalui mekanisme tersebut, tersangka mengakui perbuatannya, menyesal, dan meminta maaf kepada korban. Korban pun menerima permintaan maaf tersebut, yang dilanjutkan dengan permohonan untuk menghentikan proses hukum.
Setelah melalui musyawarah, disepakati bahwa tersangka akan mengembalikan barang bukti berupa handphone dan kotak kemasan kepada korban. Dengan tercapainya kesepakatan perdamaian tersebut, Kajari Jakarta Barat mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, yang kemudian disetujui dalam ekspose Restorative Justice oleh JAM-Pidum.
Empat Kasus Lainnya Diselesaikan Melalui Restorative Justice
Selain kasus pencurian yang melibatkan tersangka Riana, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan untuk empat perkara lainnya, antara lain:
- Ricky Chuanes (Kejaksaan Negeri Jakarta Barat) yang disangka melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
- Hakim bin Pup (Kejaksaan Negeri Jakarta Barat) yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
- Dicky Finanda Syahputra alias Diki (Kejaksaan Negeri Asahan) yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang penadahan.
- Bambang Supriady (Kejaksaan Negeri Batu Bara) yang disangka melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Alasan Penghentian Penuntutan
Restorative justice diterapkan atas dasar sejumlah pertimbangan, antara lain:
-Tersangka telah meminta maaf dan korban menerima permintaan maaf tersebut.
-Tersangka tidak memiliki catatan pidana sebelumnya dan perbuatan yang dilakukan merupakan pelanggaran pertama.
-Ancaman pidana untuk pelanggaran tersebut tidak lebih dari lima tahun penjara.
-Penyelesaian dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan intimidasi.
-Tersangka dan korban sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ini ke persidangan.
JAM-Pidum menegaskan bahwa penghentian penuntutan ini sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022, yang mengatur tentang pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Proses penyelesaian perkara melalui Restorative Justice ini menjadi salah satu alternatif bagi para pihak untuk mencapai perdamaian dan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk bertobat tanpa harus menjalani proses peradilan yang panjang dan menghabiskan waktu. Keputusan ini juga mendapat respons positif dari masyarakat yang melihatnya sebagai upaya untuk menghadirkan keadilan yang lebih manusiawi dan menyentuh.
Dengan adanya penghentian penuntutan, diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak serta masyarakat luas, dalam menciptakan lingkungan yang lebih damai dan mengedepankan keadilan sosial. (Ramdhani)