Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) kembali menggelar sidang gugatan pembatalan status perwalian anak dalam perkara nomor 318/Pdt.G/2024, dengan menghadirkan saksi ahli dari Kementerian Sosial Republik Indonesia, Hari Setiadi, SST, MPSSp. Sidang tersebut berlangsung pada Senin (22/1/2025) dan menjadi sorotan karena melibatkan isu perwalian anak yang menjadi perhatian banyak pihak.
Gugatan ini diajukan oleh kantor Pengacara APPE Hamonangan Hutauruk & Associates bersama Togap Leonard Panggabean, mewakili klien mereka Netty R Gultom sebagai Penggugat 1 dan Togar Edward Gultom sebagai Penggugat 2.
Mereka menggugat Antonyus Gorga Martua S dan Imee Marliana Pakpahan sebagai tergugat I dan II, serta Polda Metro Jaya sebagai tergugat III, dengan tuduhan melakukan perbuatan melawan hukum terkait status perwalian anak.
Gugatan ini mengajukan pembatalan penetapan perwalian yang dikeluarkan oleh Pengadilan Jakarta Timur dalam perkara nomor 830/Pdt.P/2023/PN.Jkt. tertanggal 21 November 2023, yang menurut penggugat telah bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam keterangannya di persidangan, ahli Hari Setiadi mengungkapkan bahwa sebelum mengajukan permohonan penetapan perwalian kepada Pengadilan, calon wali atau pihak yang akan mengajukan permohonan harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari Dinas Sosial. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali.
Setelah permohonan rekomendasi diajukan, Dinas Sosial akan melakukan asesmen yang melibatkan serangkaian proses, termasuk kunjungan, wawancara, dan pengamatan terhadap calon wali dan berbagai pihak terkait, termasuk keluarga sedarah, semenda, serta pihak lain yang dianggap perlu. Hasil asesmen ini menjadi dasar bagi Dinas Sosial untuk memberikan atau menolak rekomendasi.
Hari Setiadi juga menegaskan bahwa proses ini bertujuan untuk memastikan calon wali memiliki kecakapan sosial dan ekonomi yang cukup untuk menjalankan hak perwalian, serta memperhatikan kedekatan anak dengan calon wali sebagai pertimbangan penting dalam keputusan tersebut.
Lebih lanjut, ahli menjelaskan bahwa pengadilan harus mempertimbangkan ketentuan Pasal 359 KUHPerdata yang mengatur tentang pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa dan tidak berada dalam penguasaan orang tua. Pasal ini juga dirancang untuk mencegah persengketaan mengenai hak asuh anak dan memastikan prosedur perwalian berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sidang ini juga membahas pentingnya peran Kementerian Sosial dalam melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan hak perwalian, serta perlunya pengumuman keputusan pengadilan terkait perwalian kepada Balai Harta Peninggalan (BHP), sebagaimana diatur dalam Pasal 362 ayat (1) KUHPerdata.
Penyampaian ini disampaikan di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Indarto, SH, MH, bersama Anggota Ni Made Purnami, SH, MH, dan Doddy Hendra Zakti, SH, MH. (Ram)