Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD telah mengumumkan pengunduran dirinya dari kabinet Presiden Joko Widodo. Ia mengaku akan menyerahkan surat pengunduran dirinya secara resmi Jokowi dalam waktu dekat.
Calon Wakil Presiden nomor urut 03 itu mengaku pengunduran diri ini dilakukan untuk menjaga independensi selama proses Pilpres 2024. Mahfud juga mengatakan sebenarnya perihal ini telah dibicarakan sejak dirinya diusung sebagai calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo.
“Saya juga telah mengemas seluruh barang pribadi, dan telah siap keluar dari rumah dinas dan melepaskan seluruh fasilitas negara,” kata Mahfud, Rabu 31/1/24.
Bersamaan dengan pengunduran dirinya itu, Mahfud jelas harus melepaskan gajinya sebagai seorang menteri. Lantas berapa gaji dan tunjangan yang dilepas Mahfud setelah mundur dari kabinet Jokowi?
Gaji seorang menteri telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2000. Dalam aturan ini, menteri negara saat ini memiliki gaji pokok Rp 5.040.000 per bulan. Besaran ini sudah 24 tahun tidak mengalami kenaikan.
“Kepada Menteri Negara diberikan gaji pokok sebesar Rp 5.040.000,00 sebulan,” tulis Pasal 2 PP 60 Tahun 2000.
Sementara itu, untuk besaran tunjangan menteri di Indonesia terakhir diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) No 68 Tahun 2001. Tertulis para petinggi Kementerian ini juga berhak mendapatkan tunjangan jabatan hingga Rp 13.608.000 per bulan.
“Menteri Negara, Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia dan Pejabat lain yang kedudukannya atau pengangkatannya setingkat atau disetarakan dengan Menteri Negara adalah sebesar Rp 13.608.000,00,” tulis Pasal 1 Ayat (2) bagian e aturan itu.
Bila ditotal seorang Menteri negara, termasuk Mahfud Md bisa membawa pulang sekitar 18.648.000 per bulan. Namun, angka ini belum menghitung tunjangan lainnya maupun dana operasional yang diperoleh menteri.
Kemudian seorang menteri juga mendapat sejumlah dana operasional. Dalam catatan detikcom yang lain, menurut beberapa mantan pejabat dana ini bisa mencapai Rp 100-150 juta.
Namun perlu dicatat tunjangan atau dana operasional yang diperoleh oleh menteri ini hanya dipergunakan untuk membiayai kegiatannya sebagai pemimpin negara dan bukan untuk kepentingan pribadi.
Meskipun biasanya lebih besar dari gaji dan tunjangan, dana operasional ini tidak masuk dalam komponen take home pay. Sehingga dana yang tidak digunakan akan dikembalikan kepada negara dan tidak bisa dicairkan untuk ‘dibawa pulang’.
Di luar itu para menteri negara juga mendapat tunjangan lain yang sama dengan PNS pada umumnya, serta fasilitas berupa rumah dan mobil dinas. Hal ini mengacu pada PP 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara Dan Bekas Menteri Negara Serta Janda/Dudanya. (Red 01)