Semarang – Hidup berbangsa dan bernegara tak luput memiliki catatan sejarah serta memiliki nilai nilai luhur sebagai bangsa yang berbudaya.
Dewasa ini , sayangnya ada segelintir warga negara atau generasi bangsa kita yang tidak tertarik mengetahui perjalanan sejarah di negeri kelahirannya sekalipun. Demikian halnya dikalangan pendidik tergolong minim mengambil jurusan sejarah.
Lain halnya dengan Noor Hayati , wanita kelahilan Ambarawa 49 tahun yang lau itu sangat tertarik dengan Sejarah serta kearifan lokal.
Sebagai pengajar SMK swasta di Ambarawa , ibu muda yang dikaruniai satu putri ini tergolong energik serta piawai dalam mengatur skejul antara waktu mengajar serta melakoni berbagai aktifitas sosial.
Bukan sedikit tempat tempat sejarah yang ia kunjungi. Tiap situs sejarah menjadi ajang untuk dijadikan materri pendidikan bagi siswanya.
“Sistem pendidikan kita berkiblat ke barat sebenarnya kurang tepat karena budaya kita berbeda dengan budaya barat” Demikian di ungkapkan Noor Hayatti dengan mimik polos.
Lanjutnya , lebih tepatnya kita saat ini dengan Kurikulum merdeka karena sesuai pengertian Kebudayaan menurut Koentjaraningrat bahwa budaya adalah cipta, rasa dan karsa yang dijadikan manusia dengan belajar, disini rasa, karsa dan cipta merupakan pengejawantahan dari ranah kognitif, afektif dan psykhomorik.
Begitu juga dalam Kurikulum Merdeka kita kembali sistem among yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan itu dikenal dengan
Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani, dimana seorang guru flexibel didepan dapat memberikan teladan, ditengah mendampingi berkarya, dan dibelakang selalu mendukung dan memberikan suport, disini guru sebagai motivator, menunjukkan dan mengarahkan dalam pendampingan kepada anak didik.
Imbuhnya , sebagaimana Ki Hajar Dewantara juga menyampaikan bahwa semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru, dimanapun kita dapat belajar dari sumber belajar yang ada di alam sekitar kita.
Disini hubungannya dengan budaya anak didik dikenalkan dengan budaya sebagai akar pondasinya, seperti Tujuan Sistem Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan beriman dan bertagwa kepada Tuhan YME dan berbudi luhur.
Dengan belajar budaya bangsanya akan menjadikan membangun identitas bangsa, karakter budaya nusantara, Nation character building.
Kita lihat bagaimana negara Jepang dan Cina bisa menguasai dunia, karena merekapun sangat menjunjung tinggi budayanya, begitu juga PR bagi kita untuk mengajarkan budaya nusantara agar generasi yad juga bangga dengan budaya nusantara yang sudah terbukti mempunyai lokal genius, sangat tinggi sampai dengan ratusan tahun masih tetap dapat kita gunakan .
Hal ini menunjukkan budaya nusantara yang adiluhung dengan ajaran adab dan ajaran budinya.
“Benteng ampuh untuk menjaga kelestarian budaya adalah penjabaran budaya Nusantara melalui konsep pembelajaran dengan menekankan sifat gotong royong, tolong menolong dan musyawarah dalam membangun dan menyelesaikan suatu masalah. Oleh karena itu disini perlunya suatu tatanan atau model kurikulum yang menekankan tentang pketahanan budaya yang memang adi luhung buat Nusantara tercinta ini” ungkap Noor Hayati sembari menutup perbincangan dengan awak Media.
(NANO)