Prof. Dr. Dadang Suwanda., SE., MM., M.Ak., Ak. CA
Guru besar Manajemen Pemerintahan IPDN
Tahun 2024 menandai akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, suatu periode yang penuh dengan berbagai tantangan dan transformasi. Selama masa jabatannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menjadi fondasi utama dalam mengatasi berbagai krisis, termasuk pandemi Covid-19 yang mengguncang dunia. Di tengah krisis ini, APBN berperan sebagai pilar stabilitas yang menjaga keberlangsungan ekonomi nasional. Dengan berakhirnya pandemi, perhatian pemerintah beralih ke upaya mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Salah satu elemen penting dalam APBN adalah transfer ke daerah tahun anggaran (TA) 2024. Transfer ini dirancang untuk mendukung tema besar APBN, yaitu mewujudkan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Transfer ke daerah diharapkan menjadi mesin penggerak yang efektif dalam mempercepat transformasi ekonomi, sekaligus sebagai alat untuk memastikan pemerataan kesejahteraan di seluruh penjuru Indonesia. Lebih dari itu, transfer ke daerah ini diharapkan menjadi wadah inovasi yang dapat menggerakkan berbagai inisiatif lokal dalam mewujudkan Visi Indonesia yang lebih maju.
Pada TA ini, alokasi transfer ke daerah mencapai angka Rp.857,59 T, mengalami peningkatan signifikan sebesar Rp.42,87 T dari alokasi tahun sebelumnya yang mencapai Rp.814,72 T. Peningkatan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memperkuat otonomi daerah melalui penyediaan sumber daya yang lebih besar bagi pemerintah daerah. Dengan alokasi yang lebih besar, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih leluasa dalam merancang dan melaksanakan program-program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Namun, meskipun harapan tinggi telah disematkan pada transfer ke daerah, kenyataan di lapangan seringkali menghadirkan tantangan tersendiri. Kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola dan memanfaatkan dana ini secara efektif sangat bervariasi. Oleh karena itu, kajian ini akan mengeksplorasi harapan dan kenyataan dalam implementasi transfer ke daerah TA 2024, serta bagaimana hal ini berperan dalam mewujudkan otonomi daerah yang sejati. Pada kesempatan ini, penulis akan menyoroti beberapa komponen utama dari transfer ke daerah yaitu pada dana bagi hasil (DBH) perkebunan sawit, penambahan dana desa, dan insentif fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan, serta menganalisis dampaknya terhadap pemerintahan daerah dalam upaya mereka memperkuat otonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Harapan: Mewujudkan Otonomi Daerah
Salah satu komponen utama dari transfer ke daerah adalah dana bagi hasil (DBH) perkebunan sawit. Dengan alokasi sebesar Rp3 triliun pada TA 2024, DBH perkebunan sawit diharapkan mampu mendukung pembangunan infrastruktur dan berbagai program lainnya yang berfokus pada kesejahteraan pekerja perkebunan sawit dan keberlanjutan lingkungan. Alokasi ini sangat penting mengingat sektor perkebunan sawit merupakan salah satu pilar ekonomi di banyak daerah di Indonesia. Harapannya, DBH ini akan mendorong pemerintahan daerah untuk lebih mandiri dan berdaya dalam mengelola sumber daya lokal mereka. Pemerintah daerah diharapkan dapat menggunakan dana ini untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur jalan yang vital bagi distribusi hasil perkebunan serta untuk mengimplementasikan program-program kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi pekerja perkebunan. Dengan demikian, DBH perkebunan sawit tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal tetapi juga memperkuat prinsip otonomi daerah.
penambahan dana desa TA 2024 dengan total alokasi Rp.71 T juga mencerminkan harapan besar bagi pemerintahan desa dalam mempercepat pembangunan desa, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa. Peningkatan ini sejalan dengan tujuan otonomi daerah untuk memberikan kewenangan dan sumber daya yang lebih besar kepada pemerintah desa agar mereka dapat merancang dan melaksanakan program-program yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Dengan alokasi yang lebih besar, pemerintah desa diharapkan mampu meningkatkan kapasitas dalam mengelola dana secara transparan dan akuntabel, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Dana desa juga diharapkan dapat digunakan untuk program-program pemberdayaan ekonomi lokal, peningkatan layanan kesehatan, pendidikan, serta pembangunan infrastruktur dasar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa.
Insentif fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan dengan total alokasi Rp.8 T merupakan harapan lainnya bagi pemerintahan daerah untuk memperbaiki kinerja mereka. Dengan insentif ini, daerah yang mampu menunjukkan kinerja terbaik dalam mendukung kebijakan nasional seperti pengendalian inflasi, penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan prevalensi stunting, dan peningkatan investasi akan mendapatkan penghargaan berupa tambahan dana. Insentif Fiskal ini dirancang untuk memberikan motivasi bagi daerah untuk lebih giat bekerja dan berinovasi dalam pelayanan publik dan pembangunan ekonomi lokal. Daerah yang berhasil menunjukkan kinerja unggul akan mendapatkan tambahan dana yang dapat digunakan untuk memperluas dan memperdalam program-program pembangunan yang telah berjalan, sehingga dapat memberikan dampak positif yang lebih luas bagi masyarakat. Insentif ini juga berfungsi sebagai mekanisme pengawasan yang mendorong akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah, serta memastikan bahwa dana yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk kepentingan publik.
Dengan demikian, dana bagi hasil perkebunan sawit, penambahan dana desa, dan insentif fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan tidak hanya mencerminkan harapan besar pemerintah pusat terhadap pemerintahan daerah dan desa, tetapi juga merupakan upaya konkret dalam memperkuat otonomi daerah. Harapan-harapan ini, jika diwujudkan dengan baik, dapat membawa perubahan nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat pilar-pilar otonomi daerah di Indonesia.
Kenyataan: Tantangan dalam Implementasi
Meskipun harapan terhadap dana transfer ke daerah 2024 sangat tinggi, kenyataan dan implementasi menunjukkan bahwa tidak semua pemerintahan daerah memiliki kinerja kapasitas dan kinerja yang memadai untuk memanfaatkan alokasi dana tersebut secara efektif. Tantangan yang dihadapi meliputi manajemen keuangan yang kurang baik, kapasitas sumber daya manusia yang belum optimal, dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana. Banyak daerah yang masih berjuang dengan keterbatasan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi program-program pembangunan yang didanai dari alokasi transfer. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat serta bimbingan dan pelatihan yang berkelanjutan bagi pemerintah daerah. Ini untuk memastikan bahwa dana yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat dan mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan.
Untuk mendapatkan tambahan alokasi melalui insentif fiskal dan dana desa, pemerintahan daerah harus selaras dengan prioritas nasional. Kenyataannya, beberapa daerah mengalami kesulitan dalam menyesuaikan program lokal mereka dengan kebijakan nasional yang ditetapkan. Keselarasan ini menuntut adanya koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta fleksibilitas dalam pelaksanaan program di tingkat lokal. Pemerintah daerah sering kali menghadapi tantangan dalam menerjemahkan kebijakan nasional ke dalam program yang relevan dan efektif di tingkat lokal, yang dapat menghambat mereka dalam memanfaatkan insentif fiskal dan tambahan dana desa.
Implementasi transfer ke daerah yang efektif juga sangat bergantung pada pengawasan dan akuntabilitas yang kuat. Kenyataannya, praktik korupsi dan penyalahgunaan dana masih menjadi masalah serius di beberapa daerah. Kasus-kasus korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menghambat pencapaian tujuan pembangunan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk itu, diperlukan upaya yang lebih intensif dalam membangun sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran harus dilakukan untuk memberikan efek jera dan memastikan bahwa dana transfer digunakan sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, penguatan lembaga pengawasan internal dan eksternal, serta partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana publik, menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini.
Kesimpulan
Transfer ke daerah tahun anggaran 2024 masih membawa harapan besar bagi pemerintahan daerah dalam memperkuat otonomi dan mempercepat pembangunan di tingkat lokal. Dengan alokasi Rp.857,59 T yang mencakup DBH perkebunan sawit, dana desa, dan insentif fiskal, pemerintahan daerah diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya untuk mendukung transformasi ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Namun, keberhasilan ini sangat bergantung pada kemampuan daerah dalam mengelola dan memanfaatkan dana tersebut secara efektif dan efisien, serta keselarasan dengan prioritas nasional.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa berbagai tantangan masih harus dihadapi, termasuk masalah kapasitas dan kinerja pemerintah daerah, keselarasan dengan prioritas nasional, serta pengawasan dan akuntabilitas. Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini melalui pengawasan yang ketat, peningkatan kapasitas, dan penegakan hukum yang tegas, diharapkan Transfer ke Daerah dapat menjadi alat yang efektif untuk mewujudkan otonomi daerah yang sejati dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata di seluruh Indonesia. Dengan demikian diharapkan, pemerintahan daerah dapat mencapai tujuan otonomi yang sejati dan berkontribusi terhadap visi Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.